Jakarta, Kompas.com - Indikator kesejahteraan suatu bangsa dipengaruhi oleh tingkat kematian ibu dan kematian bayi. Saat ini target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG's) untuk penurunan angka kematian ibu ditargetkan 102 per 100.000 kelahiran hidup. Namun angka kematian ibu di Indonesia masih 228 per 100.000 kelahiran hidup. Karena itu Indonesia disejajarkan dengan negara miskin lainnya seperti Pakistan dan Bangladesh.
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia, dr.Prijo Sidipratomo dan ketua Koalisi untuk Indonesia Sehat, Prof.dr.Firman Lubis dalam acara peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di Jakarta, Kamis (23/9). "Kemajuan suatu bangsa kini tidak bergantung pada sumber daya alam tapi sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut hanya bisa dicapai oleh perencanaan keluarga," kata Prijo.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan MDG's nomor 5 yakni menurunkan tiga perempat kematian ibu adalah dengan meningkatkan kepedulian dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kontrasepsi untuk kualitas hidup para wanita dan keluarganya. Saat ini angka pasangan usia subur yang tidak memakai kontrasepsi di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 10 persen dari jumlah total pasangan usia subur yang mencapai 56 juta.
Penggunaan kontrasepsi bukan hanya akan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, namun juga mengurangi jumlah aborsi, serta membantu mengatur pendapatan keluarga dengan menjarangkan kehamilan dan membuka jalan bagi kaum wanita untuk bekerja.
"Dengan alat kontrasepsi terbukti angka kematian ibu dan bayi lebih rendah dengan menjaga jarak kelahiran dan menentukan jumlah anak yang akan dilahirkan. Saat ini jumlah kematian ibu di Indonesia masih tertinggi se-ASEAN," kata Prof.Biran Affandi, Sp.OG dari Asia Pacific Council on Contraception dalam kesempatan yang sama.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan penduduk Indonesia saat ini mencapai 237,6 juta. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan timpang dengan sumber daya akan menjadi beban karena pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan layanan publik lainnya.
http://health.kompas.com/read/2010/09/23/15104069/Negara.Lebih.Sejahtera.Berkat.Kontrasepsi
Hmm,, dulu ada pepatah "Banyak anak, banyak rejeki",, tapi, pepatah itu, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini. Benarkah kesejahteraan tergambar dari jumlah kematian ibu dan bayinya?? well, mari kita bahas sama-sama,,
Di atas disebutkan mengenai MDG.. Sebenarnya MDG itu apa si? (mengutip dari wikipedia)
Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia, dr.Prijo Sidipratomo dan ketua Koalisi untuk Indonesia Sehat, Prof.dr.Firman Lubis dalam acara peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia di Jakarta, Kamis (23/9). "Kemajuan suatu bangsa kini tidak bergantung pada sumber daya alam tapi sumber daya manusia yang berkualitas. Hal tersebut hanya bisa dicapai oleh perencanaan keluarga," kata Prijo.
Salah satu upaya untuk mencapai tujuan MDG's nomor 5 yakni menurunkan tiga perempat kematian ibu adalah dengan meningkatkan kepedulian dan pemahaman masyarakat tentang pentingnya kontrasepsi untuk kualitas hidup para wanita dan keluarganya. Saat ini angka pasangan usia subur yang tidak memakai kontrasepsi di Indonesia cukup tinggi yaitu sekitar 10 persen dari jumlah total pasangan usia subur yang mencapai 56 juta.
Penggunaan kontrasepsi bukan hanya akan mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, namun juga mengurangi jumlah aborsi, serta membantu mengatur pendapatan keluarga dengan menjarangkan kehamilan dan membuka jalan bagi kaum wanita untuk bekerja.
"Dengan alat kontrasepsi terbukti angka kematian ibu dan bayi lebih rendah dengan menjaga jarak kelahiran dan menentukan jumlah anak yang akan dilahirkan. Saat ini jumlah kematian ibu di Indonesia masih tertinggi se-ASEAN," kata Prof.Biran Affandi, Sp.OG dari Asia Pacific Council on Contraception dalam kesempatan yang sama.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan penduduk Indonesia saat ini mencapai 237,6 juta. Jumlah penduduk yang terlalu besar dan timpang dengan sumber daya akan menjadi beban karena pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan, kesehatan, pendidikan dan layanan publik lainnya.
http://health.kompas.com/read/2010/09/23/15104069/Negara.Lebih.Sejahtera.Berkat.Kontrasepsi
Hmm,, dulu ada pepatah "Banyak anak, banyak rejeki",, tapi, pepatah itu, sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan saat ini. Benarkah kesejahteraan tergambar dari jumlah kematian ibu dan bayinya?? well, mari kita bahas sama-sama,,
Di atas disebutkan mengenai MDG.. Sebenarnya MDG itu apa si? (mengutip dari wikipedia)
MDG (Millenium Development Goals) adalah delapan tujuan yang diupayakan untuk dicapai pada tahun 2015 merupakan tantangan tantangan utama dalam pembangunan diseluruh dunia. Nah, isinya itu :
1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
2. Pemerataan pendidikan dasar
3. Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan
4. Mengurangi tingkat kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Nah, di artikel ini, yang ditekankan adalah MDG no. 5 tentang meningkatkan kesehatan ibu, dengan menurunkan rasio kematian ibu selama melahirkan sebesar tiga perempatnya. Sejahtera atau tidaknya suatu negara diukur dari angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate / MMR). Mengapa demikian?
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR), bukan saja merupakan indikator kesehatan wanita, tetapi juga menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektivitas sektor kesehatan. Nah, oleh karena itu, MMR juga sering digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan dari suatu negara. Jika sektor kesehatan suatu negara tidak bisa menekan jumlah kematian ibu pada saat melahirkan, bagaimana ia menangani masalah kesehatan yang lain?
Jadi wajar saja rasanya jika Indonesia dimasukkan sebagai negara miskin karena MMR-nya 228 / 100.000 kelahiran hidup, yang seharusnya 102 / 100.000 kelahiran hidup. Tingginya MMR membuktikan sektor kesehatan Indonesia masih belum berhasil menekan angka kematian dan menyejahterakan hidup rakyatnya.
Lalu, bagaimana negara bisa lebih sejahtera berkat kontrasepsi?
Dengan kontrasepsi, angka kehamilan yang tidak diinginkan bisa ditekan, begitu juga kemungkinan aborsi. WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5 juta dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian. Nah, kalau jumlah kematian ini bisa ditekan, indikasi kesejahteraan kita juga akan meningkat. Makanya kontrasepsi penting untuk mencegah kehamilan dan berperanan dalam kesejahteraan.
Dengan membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga, hal ini bisa mengatur pendapatan keluarga, sehingga taraf hidup bisa lebih baik. Anak-anak mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik, mendapat fasilitas kesehatan. Coba saja bayangkan, sebuah keluarga menengah-ke-bawah dengan 2 orang anak ataukah keluarga menengah-ke-bawah dengan 7 orang anak, mana yang lebih sejahtera? Dengan jumlah anak yang lebih banyak, maka pengeluaran pun akan menjadi besar. Walaupun penghasilan tidak terlalu besar, tetapi dengan jumlah anak yang sedikit, bisa memberikan kesempatan kepada anak-anak itu untuk mengenyam pendidikan lebih baik dan mendapatkan fasilitas kesehatan.
Selain itu, jumlah kelahiran juga bisa ditekan. Jumlah penduduk saat ini sudah mencapai 237,6 juta. Tetapi, jumlah pendudukan yang besar ini tidak didukung dengan bertambahnya jumlah lapangan kerja. Akhirnya banyak yang menjadi pengangguran dan melakukan tindak kejahatan.
1. Pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim
2. Pemerataan pendidikan dasar
3. Mendukung adanya persaman jender dan pemberdayaan perempuan
4. Mengurangi tingkat kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Perlawanan terhadap HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya
7. Menjamin daya dukung lingkungan hidup
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Nah, di artikel ini, yang ditekankan adalah MDG no. 5 tentang meningkatkan kesehatan ibu, dengan menurunkan rasio kematian ibu selama melahirkan sebesar tiga perempatnya. Sejahtera atau tidaknya suatu negara diukur dari angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate / MMR). Mengapa demikian?
Angka Kematian Ibu (AKI) atau Maternal Mortality Rate (MMR), bukan saja merupakan indikator kesehatan wanita, tetapi juga menggambarkan tingkat akses, integritas dan efektivitas sektor kesehatan. Nah, oleh karena itu, MMR juga sering digunakan sebagai indikator tingkat kesejahteraan dari suatu negara. Jika sektor kesehatan suatu negara tidak bisa menekan jumlah kematian ibu pada saat melahirkan, bagaimana ia menangani masalah kesehatan yang lain?
Jadi wajar saja rasanya jika Indonesia dimasukkan sebagai negara miskin karena MMR-nya 228 / 100.000 kelahiran hidup, yang seharusnya 102 / 100.000 kelahiran hidup. Tingginya MMR membuktikan sektor kesehatan Indonesia masih belum berhasil menekan angka kematian dan menyejahterakan hidup rakyatnya.
Lalu, bagaimana negara bisa lebih sejahtera berkat kontrasepsi?
Dengan kontrasepsi, angka kehamilan yang tidak diinginkan bisa ditekan, begitu juga kemungkinan aborsi. WHO memperkirakan ada 4,2 juta aborsi dilakukan per tahun, 750.000 – 1,5 juta dilakukan di Indonesia, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian. Nah, kalau jumlah kematian ini bisa ditekan, indikasi kesejahteraan kita juga akan meningkat. Makanya kontrasepsi penting untuk mencegah kehamilan dan berperanan dalam kesejahteraan.
Dengan membatasi jumlah anak dalam suatu keluarga, hal ini bisa mengatur pendapatan keluarga, sehingga taraf hidup bisa lebih baik. Anak-anak mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik, mendapat fasilitas kesehatan. Coba saja bayangkan, sebuah keluarga menengah-ke-bawah dengan 2 orang anak ataukah keluarga menengah-ke-bawah dengan 7 orang anak, mana yang lebih sejahtera? Dengan jumlah anak yang lebih banyak, maka pengeluaran pun akan menjadi besar. Walaupun penghasilan tidak terlalu besar, tetapi dengan jumlah anak yang sedikit, bisa memberikan kesempatan kepada anak-anak itu untuk mengenyam pendidikan lebih baik dan mendapatkan fasilitas kesehatan.
Selain itu, jumlah kelahiran juga bisa ditekan. Jumlah penduduk saat ini sudah mencapai 237,6 juta. Tetapi, jumlah pendudukan yang besar ini tidak didukung dengan bertambahnya jumlah lapangan kerja. Akhirnya banyak yang menjadi pengangguran dan melakukan tindak kejahatan.